Sabtu, 03 November 2012

Perlindungan Konsumen Pelayanan Puskesmas

Menengok Pelayanan Puskesmas dalam Perlindungan Konsumen Oleh : HARMONO, S.H Ketua Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat Banjarnegara Hp 085 291 637 379 Konsumen adalah raja, pepatah itu memang populer tetapi jarang diterapkan. Seperti yang terjadi pada beberapa pelayanan publik malah justru sebaliknya, pegawai dianggap mereka harus di hormati sedangkan pasien masyarakat yang menerima pelayanan seringkali dianggap sebelah mata oleh pemangku pelayanan tersebut. Seperti terjadi pada berita yang dimuat SatelitPost edisi Sabtu (3 Nop 2012) kemarin tentang Dokter yang merupakan pegawai puskesmas selalu datang ke kantornya telat sehingga warga yang membutuhkan palayanan menjadi kecewa. UUPK DALAM PELAYANAN KESEHATAN UNTUK KEPENTINGAN PASIEN. Sehat itu masa depan yang mana telah disampaikan pada peringatan hari kesehatan nasional tanggal 12 november. Sehat juga sangat diinginkan oleh Arif Bagus yang memeriksakan anaknya di Puskesmas Banjarnegara Sabtu Pekan lalu. Meski WHO organisasi kesehatan dunia mengatakan bahwa kesehatan bukanlah segalanya tapi tampa kesehatan segalanya tampa berarti. Sudah menjadi kebiasaan bagi setiap orang yang sakit akan berusaha untuk sembuh berobat ke dokter atau ke Puskesmas/ Rumahsakit untuk mendapatkan pelayanan dokter. Puskesmas maupun Rumah sakit adalah tempat dokter bekerja, Ketika seorang memutuskan menjadi profesi dokter semestinya memberikan keiklasannya dalam pelayanan ke pasien. Dokter Puskesmas adalah dokter PNS yang sudah di gaji negara semestinya mengabdikan kepentingannya ke negara dalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Sejak dokter menyatakan setuju, terjadilah transaksi, dimana timbul hak dan kewajiban dokter-pasien yang mengikat dalam pelayanan kesehatan. Namun kalau menelisik kasus dalam berita di Atas Seorang dokter tidak hanya di Puskesmas Banjarnegara saja adapula di daerah pinggiran dan pengunungan bahkan Dokter telat datang ke tampat kerjanya hal ini membikin miris kita sebagai masyarakat yang harus di layani oleh abdinegara yang bernama dokter tersbut. Dahulu hubungan dokter – pasien adalah aktif –pasif, dokter aktif seperti seorang ayah yang tahu apa yang paling baik untuk anaknya. Perkembangan selanjutnya menjadi hubungan membimbing-berkerja sama (guidance-cooperation). Dokter memberikan intruksi, pasien mempunyai aspirasi untuk berkerjasama dengan dokternya. Kini hubungan antara dokter dengan pasien sudah setara ,yaitu pasien memahami hak-haknya bersifat horizontal, namun sering pasien / masyarakat penguna pelayanan puskesmas sering kali tidak memahami dan tidak menggunakan haknya,karena keadaan sakit, tidak berfikir jernih, juga awam, sehingga ia pasif. Sebaliknya dokter, rumah sakit posisinya lebih kuat karena menguasai ilmu kedokteran dan professional. Pelayanan kesehatan adalah hak pasien, tentu saja tidak berarti bahwa hak tersebut tidak Cuma-Cuma. Sekurangnya pemerintah dapat menyediakan pelayanan kesehatan yang bermutu dalam jumlah memadai, tempat dan harga terjangkau. Namun dalam perkembangannya jasa pelayanan kesehatan sekarang sudah menjadi industry dan komoditas ekonomi, meskipun depkes masih malu mengakui adanya komersialisasi dalm pelayanan kesehatan. Bukan hanya badan hukum tertentu yang ada di Indonesia yang dapat mendirikan rumah sakit akan tetapi investor asing juga terbuka kesempatan lebar untuk menanamkan modalnya dalam industri pelayanan kesehatan di Indonesia. Disamping itu dokter yang notabene abdi negara yang selalu mengabdikan masyarakat karena sudah di gaji negara masih ngorder buka mengutamakan prakter pribadi tiap harinya sehingga bekerja di Puskesmas/Rumah Sakit menjadi dinomor duakan menyebabkan molornya pelayanan publik yang bernama Puskesmas ataupun Rumah Sakit, akhirnya Kepala DKK pun beralasan telatnya dokter ke puskesmas karena harus menolong orang terlebih dahulu keterlambatannya bukan di sengaja, namun kalau datangnya telat setiap hari apa yang perlu dikata apa tiap hari harus menolong yang harus ditolong karena buka praktek pribadi. Sedangkan Undang Undang No.23 th 1992 tentang kesehatan antara lain mengatur upaya kesehatan dan sumber daya kesehatan sebagai pendukung penyelenggaraan upaya kesehatan, dengan pengertian sarana pelayanan kesehatan harus tetap memperhatikan golongan masyarakat yang kurang mampu dan tidak semata mata mencari keuntungan. Hal tersebut sulit dilaksanakan karena 27 Peraturan Pemerintah yang di tunjuk oleh UU kesehatan baru 3 PP yang sudah selesai dan 24 PP belum terbit yang pada akibatnya pasien dalam pelayanan kesehatan terlambat. Menyinggung mengenai UUPK dengan pelayanan jasa kesehatan oleh dokter, hingga saat ini belum ada kesepakatan atau pro dan kontra antara YLKI, YPKKI, yang mana salah satu pihak tidak mengharuskan dokter tunduk pada UUPK. Adapun alasannya yaitu UUPK diterapkan untuk hal- hal yang sifatnya yang menjanjikan hasil,sementara pasien yang di obati dokter tidak ada jaminan pasti sembuh, jadi pelayanan kesehatan tidak dapat dikenakan UUPK. Menyinggung pada UU No.8 tahun 1999 yang mencakup hak dan kewajiban penderita selaku konsumen pada sebuah Rumah Sakit atau Puskesmas yang juga ada di UUPK yaitu ada 9 begitu pula peraturan yang di keluarkan oleh Dep. Kes RI misalkan: 1. Hak dan kewajiban konsumen / penderita HAK a) Kenyamanan dan keselamatan penderita. b) Adanya ‘’informed consent’’ penderita berhak mendapatkan penjelasan yang lengkap sebelum dilakukan tindakan tertentu. c) Tuntutan ganti rugi,kompensasi dll KEWAJIBAN a) Kepatuhan penderita akan prosedur dan tata cara pengobatan akan mendukung kesembuhan. b) Penderita membayar sesuai dengan tariff yang telah di sepakati.dll KESIMPULAN : UUPK dibuat untuk melindungi konsumen dan produsen atas hak dan kewajiban mereka, akan tetapi berbicara mengenai kensumen – produsen secara historis dan arti, bahwa konsumen itu pada intinya terjadi atau ada karena transaksi profit. Sedangkan jasa pelayanan kesehatan yang seharusnya dapat dinikmati oleh masyarakat umunya termasuk orang miskin juga, sesuai dengan UU No.23 th 1992, hari kesehatan nasional, UUD 45, janganlah di jadikan sebagai ajang profitisasi, yang mana nantinya akan terjadi industri jasa kesehatan yang komersiil. Jadi jasa pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun puskesmas harus diatur seluruhnya di UU kesehatan,dan didalam aturan/UU tersebut diatur mengenai perlindungan pasien ( hak2) yang dapat di ambil dari UUPK yang sudah di netralisir. Dalam Pelayanan Konsumen penguna pelayanan Puskesmas maupun Rumah sakit semetinya diutamakan karena dokter sebagai pegawai semestinya mengedepankan pelayanan publik daripada melayani praktek pribadi dirumahnya tiap pagi karena mereka sebagai abdi negara yang sudah di gaji pakai uang rakyat yang setiap bulannya kita membayar pajak kepada Pemerintah, makanya ada pepatah orang bijak taat pajak, Dokter bijak tahu kita bayar pajak makanya diutamakan dong pelayanan masyarakat. Tulisan ini bukan bermaksud menyinggung semata-mata penulis meluapkan kegeramannya melihat kondisi yang ada. Saya masih teringat waktu itu tanggal 15 Oktober 2012 saya ke RSUD Banjarnegara untuk memeriksakan gigi saya yang sakit tak tertaghan, Wakil Bupati Banjarnegara Drs H Hadi Supeno MSI dalam pidatonya dihadapan karyawan dan pegawai RSUD berpesan untuk melayani pasien setulus hati meski pasien kumal Cuma pakai sandal jepit. Pada kasus diatas memang perlu sekali peran masyarakat dalam pelayanan masyarakat, dan juga intitusi yang menaunginya semetinya memantau, monitoring bahkan sidak mendadag seperti dilakukan oleh Jokowi baru-baru ini di beberapa tempat pelayanan publik sehingga pegawainya tidak santai, tidak ABS, pelayanan prima kalau ada pemeriksaan. Penulis mohon bukalah hati para bapak birokrat pemegang pelayanan publik utamakanlah pelayanan masyarakat jangan Cuma dapat gaji, dan protes kenaikan gaji namun juga pelayanan setulus hati demi keberkahan riski amin.